![]() |
Bentuk bangunan lama Masjid Perak sebelum rekonstruksi |
Masjid Perak terletak di Jl. Mondorakan No. 51, tepatnya di kampung Trunojayan, Prenggan, Kotagede. Didirikan oleh Kyai Amir, H. Mashudi, H. Mudzakir tahun 1937-1939 dan mulai digunakan pada awal 1940.
Nama 'Perak' diberikan karena berbagai alasan, saat itu industri perak Kotagede sedang dalam puncak kejayaan, selain itu dana pembangunan Masjid Perak berasal dari sumbangan para saudagar perak Kotagede.
Nama Perak diambil dari kata dalam bahasa arab 'Firaq' yang berarti terpisah, artinya Masjid ini dan segala kegiatan dakwahnya lepas dari pengaruh Keraton, warna putih perak berarti suci, artinya Masjid ini ingin dijadikan tempat pemurnian ajaran Islam yang pada masa itu masih tercampur dengan ajaran Hindu, animisme, dan dinamisme.
Latar Belakang Berdirinya Masjid Perak
Sejarah berdirinya Masjid Perak tidak lepas dari sejarah Kotagede pada masa lampau dilihat dari berbagai segi; sebagai ibukota kerajaan Mataram, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, kemasyarakatan dan keagamaan, yang semua saling mempengaruhi satu sama lain.
Nama 'Perak' diberikan karena berbagai alasan, saat itu industri perak Kotagede sedang dalam puncak kejayaan, selain itu dana pembangunan Masjid Perak berasal dari sumbangan para saudagar perak Kotagede.
Nama Perak diambil dari kata dalam bahasa arab 'Firaq' yang berarti terpisah, artinya Masjid ini dan segala kegiatan dakwahnya lepas dari pengaruh Keraton, warna putih perak berarti suci, artinya Masjid ini ingin dijadikan tempat pemurnian ajaran Islam yang pada masa itu masih tercampur dengan ajaran Hindu, animisme, dan dinamisme.
Latar Belakang Berdirinya Masjid Perak
Sejarah berdirinya Masjid Perak tidak lepas dari sejarah Kotagede pada masa lampau dilihat dari berbagai segi; sebagai ibukota kerajaan Mataram, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, kemasyarakatan dan keagamaan, yang semua saling mempengaruhi satu sama lain.
Dahulu di Kotagede hanya terdapat satu masjid yang megah, dibangun menggunakan kayu jati pilihan, yang kini dikenal dengan nama Masjid Besar Mataram yang letaknya satu kompleks dengan makam raja-raja dan leluhur Kesultanan Mataram, masjid tersebut menjadi milik bersama antara Kasunanan Surakarta dengan Kesultanan Mataram, dan untuk pemeliharaan diserahkan kepada abdi dalem dan juru kunci yang diangkat bersama oleh Kasunanan dan Kesultanan.
Pada dasarnya Masjid Besar Mataram berfungsi selayaknya masjid pada umumnya, sebagai tempat pelaksanaan ibadah seperti shalat berjama'ah, shalat Jum'at, shalat taraweh pada bulan Ramadhan, sebagai tempat pelaksanaan ijab qabul, dan lain-lain, selain juga sebagai tempat pelaksanaan ritual-ritual kerajaan yang dilakukan bersama oleh Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Mataram.
Masyarakat pada saat itu sudah beragama Islam, namun masih dipengaruhi keyakinan dan pemahaman agama Hindu, animisme, dan dinamisme, yaitu masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib dan roh-roh leluhur.
Praktek peribadatan dan amalan-amalan serta kepercayaan masyarakat yang masih tercampur aduk dengan ajaran Hindu dan takhayul menjadikan rasa tidak nyaman bagi orang-orang yang pro dengan pemurnian Islam dan mendorong ide pembangunan masjid baru, gagasan tersebut disetujui oleh Muhammadiyah yang memiliki visi sejalan. Selain juga karena Masjid Mataram yang sudah tidak mampu menampung jama'ah yang membludak pada saat pelaksanaan shalat Jum'at.
Hal lain yang menjadi latar belakang pendirian Masjid Perak adalah bahwa para ulama pada saat itu sering kali mengalami kesulitan saat mengajukan ijin penggunaan Masjid Mataram untuk melakukan kegiatan keagamaan diluar kegiatan Keraton karena sering kali untuk mendapatkan ijin harus menunggu waktu berhari-hari hingga berbulan-bulan dari dua kerajaan tersebut (Kasunanan dan Kesultanan), bahkan tak jarang ijin tidak diberikan jika kegiatan tersebut bertentangan atau berbarengan dengan kegiatan Keraton.
Karena dirasa tidak ada pilihan lain maka Kyai Amir, H. Mashudi, dan H. Mudzakir dengan dibantu oleh masyarakat mendirikan masjid baru yang kemudian diberi nama Masjid Perak.
Pada mulanya ada 3 pilihan tempat untuk pendirian masjid tersebut, di sekitar Giwangan, Gumuk, dan Trunojayan, yang akhirnya dipilihlah Trunojayan sebagai lokasi setelah melalui shalat Istikhoroh oleh para pendirinya. Pembangunan Masjid Perak dimulai tahun 1937 dengan kerjasama berbagai pihak, para pengusaha perak, saudagar kaya dan pimpinan Muhammadiyah menyumbang uang, para ahli menyumbangkan pikiran dan ilmunya, serta para pemuda dan warga lainnya menyumbangkan tenaga, semua dilakukan atas dasar keikhlasan Lillahi Ta'ala. Penggunaan Masjid Perak dimulai awal tahun 1940.
Desain Masjid Perak
Bangunan utama Masjid Perak berbentuk bujur sangkar dengan luas 100m2, bagian atap berbentuk joglo dengan 4 tiang penyangga (soko guru) besar berbentuk bulat, yang dilapisi dengan plat perak bertuliskan tanggal dan tahun berdirinya. Sedangkan atap serambi masjid berbentuk limasan.
Masjid ini tidak menggunakan kubah atau mustoko seperti pada masjid-masjid umumnya, hal ini untuk menekankan bahwa kubah tidak termasuk dalam syari'at dan boleh tidak digunakan. Sebagai gantinya, mustoko masjid ini berbentuk kuncup melati terbuat dari campuran semen yang diletakkan di atas atap bangunan utama. Pendiri Masjid ini berpesan agar bangunan Masjid Perak harus lebih bagus dari pada bangunan lain disekitarnya.
![]() |
Mimbar Utama Masjid Perak |
Pada saat itu khutbah Jum'at di Masjid Besar Mataram disampaikan dalam bahasa arab, dengan materi yang seperti sudah dibukukan dan dibacakan berulang-ulang sehingga tidak membawa kemajuan pemahaman bagi umat pada saat itu, selain itu khatib berada di mimbar yang ditutupi kain putih sehingga tidak terdengar oleh jama'ah yang berada di luar Masjid.
Untuk itu Muhammadiyah mengusulkan agar mimbar dipindah lebih ke tengah dekat dengan serambi masjid, dan dibuatlah mimbar tersebut, namun usul ini ditolak oleh abdi dalem, sehingga kemudian mimbar ini dipindahkan ke Masjid Perak.
Sebelum penggunaan pengeras suara, sebagai penanda waktu shalat di Masjid Perak digunakan kentongan besar setinggi 1,5 meter yang kini keberadaannya ada di balai RW 10 Trunojayan, sekitar 50 meter dari Masjid Perak, setelah sebelumnya sempat beberapa kali berpindah tempat. Masjid Perak juga merupakan masjid pertama di Kotagede yang menggunakan pengeras suara untuk adzan dan keperluan lainnya.
(Sumber: Buku Sejarah Masjid Perak)
Gempa 27 Mei 2006
27 Mei 2006 gempa dahsyat melanda Jogjakarta dan sekitarnya, meluluh lantakkan ribuan rumah dan menewaskan puluhan ribu jiwa. Masjid Perak sendiri tidak luput dari kerusakan namun tidak sampai roboh, sejumlah bagian bangunan mengalami retak, beberapa atap bocor sehingga air hujan dapat masuk ke dalam Masjid.
Gagasan Renovasi dan Rekonstruksi Total
Melihat keadaan masjid yang rusak akibat gempa bumi tersebut kemudian muncul gagasan oleh Takmir masjid untuk tidak hanya memperbaiki kerusakan namun juga memperbaiki konstruksi bangunan agar lebih aman dan tahan gempa sekaligus menambahkan beberapa fasilitas baru untuk mendukung fungsi masjid yang tidak hanya sebagai tempat Shalat. Kemudian dibentuklah panitia "Pembangunan Kembali Masjid Perak" yang terdiri dari Takmir dan pengurus Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kotagede.
Sempat muncul beberapa gagasan perbaikan Masjid Perak, diantaranya adalah menjadikan Masjid Perak berlantai dua dengan kantor, aula, perpustakaan dan fasilitas lain di lantai satu sementara masjid di lantai dua, ada juga gagasan memindahkan Masjid lebih ke selatan tepat di utara jalan Mondorakan dan bertukar tempat dengan gedung SMA Muhammadiyah 4.
Setelah mengalami proses panjang akhirnya disepakati desain Masjid Perak seperti yang ada saat ini, dimana bangunan utama dan serambi depan hingga kuncung masih tetap mempertahankan desain semula, perubahan di serambi utara dan selatan yang kini berlantai 2 dengan fasilitas kantor, ruang multimedia, dan perpustakaan.
Perobohan dan Pembangunan Kembali (Rekonstruksi) Masjid Perak
Masjid Perak Robh (doc. Kanthil Kotagede) |
Tepat pada tanggal 1 Muharram 1431 H atau 18 Desember 2009 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Perak oleh Takmir dan pengurus Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kotagede.
![]() |
Kerja Bakti Pembangunan Kembali Masjid Perak |
Dana rekonstruksi Masjid Perak sebesar kurang lebih Rp 2 Milyar dikumpulkan dari sumbangan para donatur, baik dari kalangan pengusaha, jama'ah Masjid Perak, dan sumbangan dari pihak-pihak lainnya.
Secara Resmi pembangunan kembali Masjid Perak dinyatakan selesai pada 13 Syawwal 1433 H/31 Agustus 2012.
![]() |
Bangunan baru Masjid Perak pasca renovasi total |
Perubahan bentuk bangunan ada pada bagian serambi utara dan serambi selatan yang kini berlantai dua, dengan ruang multimedia dan perpustakaan di lantai dua serambi utara serta kantor Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Prenggan dan Pimpinan Ranting 'Aisyiyah (PRA) Prenggan di lantai dua serambi selatan Masjid Perak.
Peresmian Pembangunan Kembali Masjid Perak
![]() |
Peresmian Masjid Perak oleh Din Syamsuddin |
Hingga saat ini penggunaan Masjid Perak tidak hanya sebagai tempat pelaksanaan shalat saja, tapi juga sebagai tempat menimba ilmu agama dari berbagai kegiatan kajian, tadarus, dan lain-lain. Selain itu masjid ini juga tidak jarang digunakan sebagai tempat pelaksanaan rapat maupun kegiatan lain dari pengurus Muhammadiyah cabang dan ortom-ortomnya. Kegiatan remaja masjid Komariyah Masjid Perak pun tetap berjalan bahkan di luar bulan Ramadhan ketika banyak pengajian anak-anak lainnya tidak atau kurang aktif.
2 Komentar
Write KomentarTerima kasih infonya, Salam kenal...
ReplyDitunggu kunjungan baliknya
... >>> SUKSES
setidaknya masjid perak tetap gagah...
ReplyTinggalkan komentar ya, supaya kami bisa terus meningkatkan kualitas tulisan dan informasi di blog ini. EmoticonEmoticon